Kenapa Kita Gak Bikin Sosial Media/Search Engine
Sendiri?
Seperti
biasa, ada topik-topik menarik yang ingin saya bahas kebetulan karena sedang
maraknya boikot produk-produk amerika akibat pernyataan Presiden Amerika,
Donald Trump yang menyatakan mendukung israel memindahkan ibukota-nya ke daerah
Yerusalem. Saya di sini tidak akan membahas pernyataan kontroversial tersebut,
tapi di sini saya akan sedikit memberikan saya tentang dunia IT, yaitu Mengapa
Indonesia gak bikin sosial media atau search engine sendiri dan kenapa
pemerintah gak mendukung?
Permasalahan
Jadi
apa kaitannya boikot produk amerika dengan judul di atas? Well, sebenarnya ada
beberapa oknum yang menyatakan bahwa kita harus memboikot Facebook, McDonalds
dan Google lalu mulai beralih menggunakan produk lain seperti Geev yang menjadi
search engine alternatif karena buatan anak indonesia. Sebenarnya yang perlu
kalian ketahui, itu tidak sepenuhnya produk indonesia (https://id.techinasia.com/menyingka...), bahkan teknologi
yang saya pakai untuk startup saya saja masih mengandalkan open-source dari
Facebook dan Google.
Dari
deskripsi di atas saja sudah menegaskan, kita semua masih bergantung dengan
produk luar. Jadi apakah orang indonesia tidak mampu membuat sendiri?,
jawabannya sederhana, MAMPU.
Namun
yang perlu kalian ketahui, uang berputar selalu pada tempat yang aneh. Misalnya
saja Bitcoin, anda bisa kaya tanpa effort sedikitpun, hanya menunggu investasi,
selesai. Jadi apakah kalian mengetahui bisnis teknologi yang sebenarnya?
Melihat
Kesuksesan Cina sebagai Amerikanya Asia
Cina
telah menjadi salah satu negara dengan perkembangan teknologi terpesat di dunia
dan menjadi tokoh penting di dunia. Kita tak akan asing mendengar yang namanya
Jack Ma, yaitu orang terkaya di cina yang juga merupakan pendiri Startup
bernama Alibaba. Bisnisnya tidak diragukan sukses besar dan membawa keuntungan
bagi perekonomian cina. Namun dia bukan satu-satunya pemain besar di cina,
mungkin kalian tak asing dengan Xiaomi, WeChat dan Baidu. Ya, mereka juga
membawa peran besar dalam perkembangan teknologi di cina, bahkan banyak dari
produk cina yang menggantikan peran seperti Twitter, Whatsapp, Google, Youtube
dan sebagainya.
Jika
kalian tahu, kalian tidak akan bisa membuka produk-produk amerika yang saya
sebutkan di atas kalau kalian di cina. Semuanya sudah diblokir dan membuat
perubahan besar dari cara pandang masyarakat cina. Pertanyaannya, kenapa
diblokir?
Well,
pertanyaan tersebut harusnya dijawab oleh pemerintah sana, tapi poin pentingnya
adalah cina sudah bisa mandiri bahkan menduplikasi produk luar yang sudah
terkenal bagi kalangan kita. Baidu dan Yandex yang merupakan pengganti Google
sudah dapat memenuhi kebutuhan masyarakat cina yang terkenal banyak.
Lalu
bagaimana cina dapat menduplikasi produk luar?
Cina
tak sembarang melakukan duplikasi, mereka sudah memiliki Framework/Cara kerja
sendiri yang diadaptasi dari Amerika. Dukungan pemerintahnya pun sangat kuat,
akibatnya perkembangan mereka jauh lebih cepat di luar dugaan. Konsumennya pun
sangat mendukung dalam hal ini.
Bisnis adalah kunci utama
Pertanyaan saya cukup
sederhana, dari mana Instagram, Facebook, Google, Twitter, Line mendapatkan
uang?
Jika kamu sudah bisa
menjawab pertanyaan saya, kamu harusnya sudah mendapatkan poin bahwa semua
berhubungan dengan uang. Tak ada seorang pun yang mau nekat membuat hal yang
sudah ada lalu bersaing dengan pemain yang sudah memonopoli lamanya. Bahkan
Twitter saja mengalami penurunan drastis akibat lahirnya Instagram, karena itu
mereka melakukan perubahan cara pandangnya yang ingin jadi Sosial Media melawan
Facebook malah menjadi sosial media khusus berita. Lalu apakah orang Indonesia
pernah memikirkan hal ini?
Banyak dari kita hanya
berpikir bikin, bikin dan bikin, tapi tidak mengerti esensi bisnis di dalamnya.
Kita hanya taunya si cina itu menduplikasi, tapi tidak pernah mau tau bagaimana
mereka bisa sukses dengan menduplikasi. Kita hanya ingin tau depannya saja yang
baik, tapi tidak pernah mau tau belakangnya yang menyusahkan.
Dari sekian banyak
penyebab-penyebab orang gak mau bikin sosial media pengganti, yang utama adalah
nilai bisnis yang terkandung. Bayangkan jika ada Facebook pengganti di
Indonesia, apakah semudah itu mengalihkan dari sini ke sana? jawabannya TIDAK.
Karena alasan yang muncul untuk pindah lebih sedikit ketimbang untuk tidak
pindah.
Namun bukanlah berarti
mustahil untuk dibuat, hanya saja kita kekurangan developer berkualitas, dana
dan orang yang mau mengorbankan waktunya untuk hal yang mungkin saja lebih
sia-sia ketimbang nyuci piring di rumah. Bagi saya sendiri, membuat sesuatu
yang sudah ada adalah hal yang sia-sia.
Padahal pemerintah
sudah mengkode-kodein untuk blokir banyak produk seperti Google dan Telegram,
tapi tetap saja orang Indonesia memang tak akan mengambil resiko untuk
mengandalkan pemerintah dalam hal ini untuk memblokir secara utuh agar
bisnisnya berjalan.
Yang pasti kesimpulan
hari ini adalah, menyaingi produk luar, jika disaingi memerlukan modal, effort
besar-besaran, dukungan pemerintah dan konsumen yang kuat. Karena itu, membuat
sesuatu yang sudah ada beresiko besar.