Welcome To My Blog. Arigatou

Sabtu, 11 Juni 2016

Ketenagakerjaan anak dibawah Umur

Ketenagakerjaan anak dibawah Umur

Riko Budiharto
47113701
              
Perburuhan Anak

    indonesia terkenal karena besarnya angka presentase buruh anak. Suatu laporan yang dipublikasikan oleh “the National Labour Survey” mengungkap data bahwa sekitar 2.749.353 anak dari rentang umur 10-15 tahun dipekerjakan di 33 provinsi yang ada di Indonesia.1 Kebanyakan dari mereka dipekerjakan dalam situasi-kondisi kerja yang menguatirkan. UNICEF, misalnya memperkirakan bahwa kurang lebih 40,000-70,000 anak menjadi korban trafficking atau dipekerjakan di industri seks. Dari populasi itu, sekitar 30 persen adalah anak-anak di bawah umur 18 tahun.  Pemerintah Indonesia mengadopsi Rencana Aksi Nasional Penghapusan Bentuk-bentuk Pekerjaan Terburuk (National Action Plan on the Eradication of the Worst Forms of Labour). Kerangka kebijakan rencana aksi tersebut tidak saja mencerminkan semangat Konvensi ILO182/1999 on the Elimination of Worst Forms of Child Labour (penghapusan bentukbentuk pekerjaan anak terburuk), namun juga ambisi yang termuat dalam Konvensi ILO 138/1973 on the Minimum Age for Admission to Employment (umur minimum untuk dapat dipekerjakan). Kedua kovenan di atas merupakan instrumen utama dari ILO yang secara khusus ditujukan pada buruh anak. Meski demikian, ditengarai adanya kontradiksi antara kedua kovenan tersebut. Konvensi tentang Bentuk - bentuk Pekerjaan Terburuk ditujukan untuk menyelamatkan anak dari eksploitasi dan pekerjaan tidak manusiawi, sebaliknya Konvensi Umur Minimum pada prinsipnya menentang semua bentuk pekerjaan.
            Hal ini mengimplikasikan bahwa kovenan ini bermaksud untuk secara total mengeluarkan anak dari tempat kerja, terlepas dari bentuk atau jenis pekerjaan apapun atau apakah pekerjaan tersebut merupakan kerja bentuk terburuk, di dalam sektor industri, atau termasuk pekerjaan yang tidak berbahaya sama sekali. Kebijakan penghapusan total ini banyak dikecam karena tidak membedakan antara ragam bentuk pekerjaan anak dan sebab itu justru dapat merugikan kepentingan anak lebih dari yang diperlukan. Kebanyakan anak yang bekerja melakukan kegiatan yang tidak ekstrim, seringkali dalam lingkungan kegiatan usaha tani atau peternakan keluarga atau usaha bersama lainnya dan hilangnya kesempatan kerja demikian dapat mengakibatkan pemiskinan keluarga mereka sendiri. Mereka bekerja untuk membantu pemenuhan kebutuhan dasar keluarga, mereka terpaksa bekerja karena mereka miskin. Umumnya mereka tidak dapat menikmati pendidikan,
            terutama karena pendidikan di Indonesia tidak tersedia dan diberikan tanpa biaya. Berkenaan dengan itu juga diajukan argumen bahwa pemerintah setidaknya pertama-tama menjamin tersedianya layanan pendidikan yang baik dan terjangkau serta tersedianya jaminan-jaminan sosial lainnya bagi kaum miskin sedemikian sehingga implementasi kebijakan demikian dapat dicapai tanpa sekaligus mengorbankan kepentingan anak maupun keluarga mereka.


Bentuk pekerjaan terburuk untuk anak menurut pasal 74 ayat 2 UU. No 13/ 2003, meliputi:
1. Segala pekerjaan dalam bentuk perbudakan atau sejenisnya.
2. Segala pekerjaan yang memanfaatkan, menyediakan, atau menawarkan anak  untuk pelacuran, produksi pornografi, pertunjukan porno atau perjudian.
3. Segala pekerjaan yang memanfaatkan, menyediakan atau melibatkan  anak untuk produksi dan perdagangan minuman  keras, narkotika , psikotropika dan zat adiktif lainnya dan atau
4. Semua pekerjaan yang membahayakan kesehatan, keselamatan atau moral anak.

Efek Negatif Pekerjaan terhadap Perkembangan Anak

Mempekerjakan pekerja anak pada dasarnya merupakan suatu hal yang melanggar hak asasi anak karena pekerjaan pekerja anak selalu berdampak buruk terhadap perkembangan fisik, emosi dan sosial anak.

Contoh Kasus dari perburuhan anak
            CV Langgeng Computer Embriodery, pabrik konveksi milik Budi Halim dan istrinya, Herawati yang terdapat di kelurahan kebon jerul kecamatan Andir Bandung, Jawa Barat ini diketahui telah memperkerjakan anak dibawah umur. Laporan ini didapat dari Dewi, seorang anak yang menjadi korban pekerja dibawah umur. Polisi berhasil menggerebek kediaman Budi dan Herawati dan menemukan 12 anak yang berusia 12 sampai 17 tahun. Menurut Dede (salah seorang korban) mengatakan bahwa mereka harus bekerja dari jam 07.00 sampai jam 19.00 WIB. Selama 12 jam bekerja mereka hanya diberi waktu setengah jam untuk istirahat, parahnya mereka tidak diperbolehkan ke luar atau beranjak dari tempat kerja hanya jongkok atau berdiri.
Tersangka kemudian diganjar Pasal 333 Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana tentang Perampasan Kebebasan Seseorang.
Dalam Undang-undang Perburuhan No. 20 Tahun 1999, disebutkan bahwa usia minimum anak tidak diperbolehkan bekerja di Indonesia adalah 15 tahun. Maka hal ini jelaslah telah melanggar ketentuan undang-undang. Kasus ini hanyalah segelintir dari sekian banyak kasus pekerja anak dibawah umur yang ada. Kenyataanya masih banyak kita jumpai kasus-kasus serupa.
Pabrik Nugget mempekerjakan anak di bawah umur
            Sejumlah pekerja pabrik pembuatan nugget saat diamankan petugas kepolisian di polsek Tanjung Duren, (28/6). Sebanyak 20 pekerja diamankan petugas dan 4 diantaranya adalah pekerja dibawah umur dengan upah perbulan Rp 450 ribu hingga Rp 750 ribu.

Undang - undang tenaga kerja untuk perlindungan anak dibawah umur:
                Pasal 68 UU Ketenagakerjaan yang menyatakan bahwa pengusaha dilarang mempekerjakan anak. Ketentuan Pasal 1 Undang-undang ini mendefinisikan anak sebagai semua orang di bawah usia 18 (delapanbelas) tahun. Meski demikian, dari ketentuan lainnya dapat disimpulkan bahwa factual hendak dilarang total mempekerjakan anak di bawah usia 15 (limabelas) tahun. Ketentuan Pasal 69 UUK menetapkan bahwa:
 1. Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 68 dapat dikecualikan bagi anak yang berumur antara 13 (tiga belas) tahun sampai dengan 15 (lima belas) tahun untuk melakukan pekerjaan ringan sepanjang tidak mengganggu perkembangan dan kesehatan fisik, mental, dan sosial.
2. Pengusaha yang mempekerjakan anak pada pekerjaan ringan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus memenuhi persyaratan :
·         izin tertulis dari orang tua atau wali;
·         perjanjian kerja antara pengusaha dengan orang tua atau wali;
·         waktu kerja maksimum 3 (tiga) jam;
·         dilakukan pada siang hari dan tidak mengganggu waktu
·         sekolah;
·         keselamatan dan kesehatan kerja;

Pasal 72
Dalam hal anak dipekerjakan bersama-sama dengan pekerja/buruh dewasa, maka tempat kerja anak harus dipisahkan dari tempat kerja pekerja/buruh dewasa.

Pasal 73
Anak dianggap bekerja bilamana berada di tempat kerja, kecuali dapat dibuktikan sebaliknya.

Pasal 74
1. Siapapun dilarang mempekerjakan dan melibatkan anak pada pekerjaan-pekerjaan yang terburuk.
2. Pekerjaan-pekerjaan yang terburuk yang dimaksud dalam ayat (1) meliputi :
·         segala pekerjaan dalam bentuk perbudakan atau sejenisnya;
·         segala pekerjaan yang memanfaatkan, menyediakan, atau menawarkan anak untuk pelacuran, produksi pornografi, pertunjukan porno, atau perjudian;
·         segala pekerjaan yang memanfaatkan, menyediakan, atau melibatkan anak untuk produksi dan perdagangan minuman keras, narkotika, psikotropika, dan zat adiktif lainnya; dan/atau
·         semua pekerjaan yang membahayakan kesehatan, keselamatan, atau moral anak.
3. Jenis-jenis pekerjaaan yang membahayakan kesehatan, keselamatan, atau moral anak sebagaimana di-maksud dalam ayat (2) huruf d ditetapkan dengan Keputusan Menteri.

Pasal 75
1. Pemerintah berkewajiban melakukan upaya penanggulangan anak yang bekerja di luar hubungan kerja.
2. Upaya penanggulangan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Kesimpulan

Dalam upaya-upaya pengembangan bakat sebagaimana dijelaskan dalam UU diatas merupakan bentuk persiapan mental anak-anak agar tidak kaget dalam menempuh dunia kerja kedepannya. Yang perlu dipahami bahwa semua yang dapat dilakukan dalam konteks pengembangan diri mereka. Dan sebagian para orang tua beranggapan bahwa memberikan pekerjaan kepada anak-anak mereka merupakan proses belajar, belajar untuk menghargai pekerjaaan dan belajar untuk bertanggung jawab, mereka juga berharap anak-anak mereka dapat membantu meringankan beban mereka selaku orang tua. Selama masih dalam kondisi wajar dan sesuai dengan ketentuan UU kita hal tersebut sah-sah saja. Namun sebagian orang tua memberi pekerjaan yang diluar kemampuannya dan menghilangkan kesempatan kepada anak-anak untuk mengembangkan diri. Keadaan seperti ini terkadang memberikan dampak yang cukup signifikan pada perkembangan psikologis anak dan mental yang dibangun. Tidak banyak keadaan seperti ini membuat anak menjadi brutal, terbelakang mental, krisis moral.

Disadari ataupun tidak terdapat banyak ketentuan perundang-undangan yang mengatur perlindungan terhadap anak yang telah dilanggar oleh para pelaku, baik orang tua anak dan pengusaha yang telah mempekerjakan anak dibawah umur


sumber : Muhammad Joni, “Hak-hak Anak Dalam UU Perlindungan Anak Dan Konvensi PBB Tentang Hak Anak: Beberapa Isu Hukum 
Guus Heerma van Voss dan Surya Tjandra penerbit pustaka larasan. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar