Ketenagakerjaan
anak dibawah Umur
Riko Budiharto
47113701
Perburuhan Anak
indonesia terkenal
karena besarnya angka presentase buruh anak. Suatu laporan yang dipublikasikan
oleh “the National Labour Survey” mengungkap data bahwa sekitar 2.749.353 anak
dari rentang umur 10-15 tahun dipekerjakan di 33 provinsi yang ada di
Indonesia.1 Kebanyakan dari mereka dipekerjakan dalam situasi-kondisi kerja
yang menguatirkan. UNICEF, misalnya memperkirakan bahwa kurang lebih
40,000-70,000 anak menjadi korban trafficking atau dipekerjakan di industri
seks. Dari populasi itu, sekitar 30 persen adalah anak-anak di bawah umur 18
tahun. Pemerintah Indonesia mengadopsi
Rencana Aksi Nasional Penghapusan Bentuk-bentuk Pekerjaan Terburuk (National
Action Plan on the Eradication of the Worst Forms of Labour). Kerangka
kebijakan rencana aksi tersebut tidak saja mencerminkan semangat Konvensi
ILO182/1999 on the Elimination of Worst Forms of Child Labour (penghapusan
bentukbentuk pekerjaan anak terburuk), namun juga ambisi yang termuat dalam
Konvensi ILO 138/1973 on the Minimum Age for Admission to Employment (umur
minimum untuk dapat dipekerjakan). Kedua kovenan di atas merupakan instrumen
utama dari ILO yang secara khusus ditujukan pada buruh anak. Meski demikian,
ditengarai adanya kontradiksi antara kedua kovenan tersebut. Konvensi tentang
Bentuk - bentuk Pekerjaan Terburuk ditujukan untuk menyelamatkan anak dari
eksploitasi dan pekerjaan tidak manusiawi, sebaliknya Konvensi Umur Minimum
pada prinsipnya menentang semua bentuk pekerjaan.
Hal ini mengimplikasikan bahwa
kovenan ini bermaksud untuk secara total mengeluarkan anak dari tempat kerja,
terlepas dari bentuk atau jenis pekerjaan apapun atau apakah pekerjaan tersebut
merupakan kerja bentuk terburuk, di dalam sektor industri, atau termasuk
pekerjaan yang tidak berbahaya sama sekali. Kebijakan penghapusan total ini banyak
dikecam karena tidak membedakan antara ragam bentuk pekerjaan anak dan sebab
itu justru dapat merugikan kepentingan anak lebih dari yang diperlukan. Kebanyakan
anak yang bekerja melakukan kegiatan yang tidak ekstrim, seringkali dalam
lingkungan kegiatan usaha tani atau peternakan keluarga atau usaha bersama
lainnya dan hilangnya kesempatan kerja demikian dapat mengakibatkan pemiskinan
keluarga mereka sendiri. Mereka bekerja untuk membantu pemenuhan kebutuhan
dasar keluarga, mereka terpaksa bekerja karena mereka miskin. Umumnya mereka
tidak dapat menikmati pendidikan,
terutama karena pendidikan di
Indonesia tidak tersedia dan diberikan tanpa biaya. Berkenaan dengan itu juga
diajukan argumen bahwa pemerintah
setidaknya pertama-tama menjamin tersedianya layanan pendidikan yang baik dan
terjangkau serta tersedianya jaminan-jaminan sosial lainnya bagi kaum miskin sedemikian
sehingga implementasi kebijakan demikian dapat dicapai tanpa sekaligus mengorbankan
kepentingan anak maupun keluarga mereka.
Bentuk pekerjaan terburuk untuk anak menurut pasal
74 ayat 2 UU. No 13/ 2003, meliputi:
1. Segala pekerjaan dalam bentuk perbudakan atau
sejenisnya.
2. Segala pekerjaan yang memanfaatkan, menyediakan,
atau menawarkan anak untuk pelacuran, produksi pornografi, pertunjukan
porno atau perjudian.
3. Segala pekerjaan yang memanfaatkan, menyediakan
atau melibatkan anak untuk produksi dan perdagangan minuman keras,
narkotika , psikotropika dan zat adiktif lainnya dan atau
4. Semua pekerjaan
yang membahayakan kesehatan, keselamatan atau moral anak.
Efek Negatif Pekerjaan
terhadap Perkembangan Anak
Mempekerjakan pekerja anak pada
dasarnya merupakan suatu hal yang melanggar hak asasi anak karena pekerjaan
pekerja anak selalu berdampak buruk terhadap perkembangan fisik, emosi dan
sosial anak.
Contoh Kasus dari perburuhan anak
CV Langgeng Computer Embriodery, pabrik konveksi milik Budi Halim dan
istrinya, Herawati yang terdapat di kelurahan kebon jerul kecamatan Andir
Bandung, Jawa Barat ini diketahui telah memperkerjakan anak dibawah umur.
Laporan ini didapat dari Dewi, seorang anak yang menjadi korban pekerja dibawah
umur. Polisi berhasil menggerebek kediaman Budi dan Herawati dan menemukan 12
anak yang berusia 12 sampai 17 tahun. Menurut Dede (salah seorang korban)
mengatakan bahwa mereka harus bekerja dari jam 07.00 sampai jam 19.00 WIB.
Selama 12 jam bekerja mereka hanya diberi waktu setengah jam untuk istirahat,
parahnya mereka tidak diperbolehkan ke luar atau beranjak dari tempat
kerja hanya jongkok atau berdiri.
Tersangka kemudian diganjar Pasal 333
Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana tentang Perampasan Kebebasan Seseorang.
Dalam Undang-undang Perburuhan No. 20 Tahun
1999, disebutkan bahwa usia minimum anak tidak diperbolehkan bekerja di
Indonesia adalah 15 tahun. Maka hal ini jelaslah telah melanggar ketentuan
undang-undang. Kasus ini hanyalah segelintir dari sekian banyak kasus pekerja
anak dibawah umur yang ada. Kenyataanya masih banyak kita jumpai kasus-kasus
serupa.
Pabrik
Nugget mempekerjakan anak di bawah umur
Sejumlah pekerja pabrik pembuatan
nugget saat diamankan petugas kepolisian di polsek Tanjung Duren, (28/6).
Sebanyak 20 pekerja diamankan petugas dan 4 diantaranya adalah pekerja dibawah
umur dengan upah perbulan Rp 450 ribu hingga Rp 750 ribu.
Undang - undang tenaga kerja untuk
perlindungan anak dibawah umur:
Pasal 68 UU Ketenagakerjaan
yang menyatakan bahwa pengusaha dilarang mempekerjakan anak. Ketentuan Pasal 1
Undang-undang ini mendefinisikan anak sebagai semua orang di bawah usia 18 (delapanbelas)
tahun. Meski demikian, dari ketentuan lainnya dapat disimpulkan bahwa factual
hendak dilarang total mempekerjakan anak di bawah usia 15 (limabelas) tahun. Ketentuan
Pasal 69 UUK menetapkan bahwa:
1. Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
68 dapat dikecualikan bagi anak yang berumur antara 13 (tiga belas) tahun
sampai dengan 15 (lima belas) tahun untuk melakukan pekerjaan ringan sepanjang tidak
mengganggu perkembangan dan kesehatan fisik, mental, dan sosial.
2. Pengusaha yang mempekerjakan
anak pada pekerjaan ringan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus memenuhi
persyaratan :
·
izin
tertulis dari orang tua atau wali;
·
perjanjian
kerja antara pengusaha dengan orang tua atau wali;
·
waktu
kerja maksimum 3 (tiga) jam;
·
dilakukan
pada siang hari dan tidak mengganggu waktu
·
sekolah;
·
keselamatan
dan kesehatan kerja;
Pasal
72
Dalam
hal anak dipekerjakan bersama-sama dengan pekerja/buruh dewasa, maka tempat
kerja anak harus dipisahkan dari tempat kerja pekerja/buruh dewasa.
Pasal 73
Anak dianggap bekerja bilamana
berada di tempat kerja, kecuali dapat dibuktikan sebaliknya.
Pasal
74
1.
Siapapun dilarang mempekerjakan dan melibatkan anak pada pekerjaan-pekerjaan
yang terburuk.
2.
Pekerjaan-pekerjaan yang terburuk yang dimaksud dalam ayat (1) meliputi :
·
segala pekerjaan dalam bentuk perbudakan
atau sejenisnya;
·
segala pekerjaan yang memanfaatkan,
menyediakan, atau menawarkan anak untuk pelacuran, produksi pornografi, pertunjukan
porno, atau perjudian;
·
segala pekerjaan yang memanfaatkan,
menyediakan, atau melibatkan anak untuk produksi dan perdagangan minuman keras,
narkotika, psikotropika, dan zat adiktif lainnya; dan/atau
·
semua pekerjaan yang membahayakan
kesehatan, keselamatan, atau moral anak.
3.
Jenis-jenis pekerjaaan yang membahayakan kesehatan, keselamatan, atau moral
anak sebagaimana di-maksud dalam ayat (2) huruf d ditetapkan dengan Keputusan
Menteri.
Pasal
75
1.
Pemerintah berkewajiban melakukan upaya penanggulangan anak yang bekerja di
luar hubungan kerja.
2.
Upaya penanggulangan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
Kesimpulan
Dalam
upaya-upaya pengembangan bakat sebagaimana dijelaskan dalam UU diatas merupakan
bentuk persiapan mental anak-anak agar tidak kaget dalam menempuh dunia kerja
kedepannya. Yang perlu dipahami bahwa semua yang dapat dilakukan dalam konteks
pengembangan diri mereka. Dan sebagian para orang tua beranggapan bahwa
memberikan pekerjaan kepada anak-anak mereka merupakan proses belajar, belajar
untuk menghargai pekerjaaan dan belajar untuk bertanggung jawab, mereka juga
berharap anak-anak mereka dapat membantu meringankan beban mereka selaku orang
tua. Selama masih dalam kondisi wajar dan sesuai dengan ketentuan UU kita hal
tersebut sah-sah saja. Namun sebagian orang tua memberi pekerjaan yang diluar
kemampuannya dan menghilangkan kesempatan kepada anak-anak untuk mengembangkan
diri. Keadaan seperti ini terkadang memberikan dampak yang cukup signifikan
pada perkembangan psikologis anak dan mental yang dibangun. Tidak banyak
keadaan seperti ini membuat anak menjadi brutal, terbelakang mental, krisis
moral.
Disadari
ataupun tidak terdapat banyak ketentuan perundang-undangan yang mengatur
perlindungan terhadap anak yang telah dilanggar oleh para pelaku, baik orang
tua anak dan pengusaha yang telah mempekerjakan anak dibawah umur
sumber : Muhammad Joni, “Hak-hak Anak Dalam UU Perlindungan Anak Dan
Konvensi PBB Tentang Hak Anak: Beberapa Isu Hukum
Guus Heerma van Voss dan Surya Tjandra penerbit pustaka larasan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar