HUKUM PERBURUHAN INDONESIA
1.
Pengertian hukum perburuhan/ketenagakerjaan
Hukum
perburuhan atau ketenagakerjaan (Labour Law) adalah bagian dari hukum berkenaan
dengan pengaturan hubungan perburuhan baik bersifat perseorangan maupun
kolektif. Secara tradisional, hokum perburuhan terfokus pada mereka (buruh)
yang melakukan pekerjaan dalam suatu hubungan subordinatif (dengan
pengusaha/majikan). Disiplin hukum ini mencakup persoalan-persoalan seperti
pengaturan hukum atau kesepakatan kerja, hak dan kewajiban bertimbal-balik dari
buruh/pekerja dan majikan, penetapan upah, jaminan kerja, kesehatan dan
keamanan kerja dalam lingkungan kerja, non-diskriminasi, kesepakatan kerja
bersama/kolektif, peran-serta pekerja, hak mogok, jaminan
pendapatan/penghasilan dan penyelenggaraan jaminan kesejahteraan bagi pekerja
dan keluarga mereka.
Dalam kepustakaan internasional,
galibnya kajian Hukum Perburuhan terbagi ke dalam tiga bagian:
a.
Hukum Hubungan Kerja Individual (Individual Employment Law);
b. Hukum Perburuhan
Kolektif (Collective Labour Law);
c. Hukum Jaminan Sosial
(Social Security Law), sejauh terkait dengan pokok-pokok bahasan di atas.
Di
dalam kepustakaan Indonesia, secara tradisional Hukum Perburuhan dibagi ke
dalam lima bagian, yaitu dengan mengikuti pandangan Profesor Iman Soepomo. Kendati
demikian, sejak awal abad ke-21, perundang-undangan dalam bidang kajian Hukum
Perburuhan direstrukturisasi dan dibagi ke dalam tiga legislasi utama: Undang- Undang
(UU) No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, UU No. 21 tahun 2000 tentang
Serikat Pekerja/Serikat Buruh, dan UU No. 2 tahun 2004 tentang Penyelesaian
Perselisihan Hubungan Industrial.
Dalam kaitan dengan kajian hukum perburuhan
Indonesia dalam buku ini, maka diputuskan membuat kompromi antara pembagian
yang digunakan pada tataran internasional dengan pembagian berdasarkan perundang-undangan
Indonesia, sebagai berikut:
a.
Hukum Ketenagakerjaan Individual (Individual Employment Law)
b.
Hukum Perburuhan Kolektif (Collective Labour Law)
c.
Penyelesaian Sengketa Perburuhan/Ketenagakerjaan (Labour Dispute Settlement).
2.
Sejarah hukum perburuhan
Hukum
Perburuhan ditengarai muncul pertama kali di Eropa sebagai reaksi atas
perubahan-perubahan yang dimunculkan Revolusi Industri. Penemuan mesin (tenaga)
uap di Inggris sekitar 1750, membuka peluang untuk memproduksi barang/jasa
dalam skala besar. Sebelum itu, secara tradisional, pekerjaan di bidang
agrikultur diselenggarakan mengikuti sistem feodalistik, pekerja atau buruh
mengerjakan tanah milik tuan tanah dan menghidupi diri mereka dari hasil olahan
lading yang mereka kerjakan sendiri. Sejak abad pertengahan, di perkotaan, kerja
terlokasir di pusat-pusat kerja kecil dan diselenggarakan oleh kelompok-kelompok
pekerja dengan keahlian tertentu (gilda) yang memonopoli dan mengatur ragam bidang-bidang
pekerjaan tertentu. Sekalipun demikian, kelas wirausaha (entrepreneur)
baru yang bermunculan menuntut kebebasan dalam rangka memperluas cakupan dan
jangkauan aktivits mereka.
Revolusi
Prancis (1795) menjadi simbol tuntutan dari kelompok baru masyarakat modern yang
mulai muncul: diproklamirkan keniscayaan persamaan derajat bagi setiap warga
Negara dan kebebasan berdagang (bergiat dalam lalulintas perdagangan). Hukum pada
tataran. Negara-bangsa dikodifikasikan ke dalam kitab undang - undang yang
dilandaskan pada prinsip-prinsip baru seperti kebebasan berkontrak dan
kemutlakan hak milik atas kebendaan. Perserikatan kerja yang dianggap merupakan
peninggalan asosiasi pekerja ke dalam gilda-gilda dihapuskan.
Napoleon
menyebarkan ide baru tentang hukum demikian ke seluruh benua Eropa. Meskipun demikian,
selama kurun abad ke-19 tampaknya kebebasan-kebebasan baru tersebut di atas
hanya dapat dinikmati sekelompok kecil masyarakat elite yang kemudian muncul. Mayoritas
masyarakat pekerja/buruh kasar tidak lagi dapat menikmati cara hidup
tradisional mereka (yang dahulu berbasis agrikultur) dan terpaksa mencari
penghidupan sebagai buruh pabrik. Kebebasankebebasan di atas (berkenaan dengan
kebebasan berkontrak dan hak milik absolut) secara dramatis memaksakan gaya
hidup yang sama sekali berbeda pada mayoritas masyarakat pencari kerja (usia
produktif).
Mereka
terpaksa menerima kondisi kerja yang ditetapkan secara sepihak oleh kelompok
kecil majikan penyedia kerja. Kemiskinan memaksa mereka, termasuk keluarga dan
anak-anak kecil, bekerja dengan waktu kerja yang sangat panjang. Kondisi kerja
yang ada juga mengancam kesehatan mereka semua. Gerakan sosialis yang kemudian muncul,
namun juga kritikan dari pemerintah, gereja dan militer, kemudian berhasil
mendorong diterimanya legislasi perburuhan yang pertama. Di banyak Negara Eropa,
buruh anak dihapuskan. Tidak berapa lama berselang penghapusan ini diikuti oleh
kebijakan-kebijakan lain berkenaan dengan jam kerja buruh perempuan di bidang
industri. Baru kemudian aturan yang sama muncul untuk buruh laki-laki.
Sekitar
tahun 1900-an, beberapa Negara Eropa memodernisasi legislasi mereka perihal
kontrak atau perjannjian kerja, yang sebelumnya dilandaskan pada konsep-konsep
dari Hukum Romawi. Hugo Sinzheimer,
guru besar hukum dari Jerman adalah yang pertama
kali mengembangkan konsep kesepakatan kerja bersama dan
mendorong legalisasinya. Konsep yang ia kembangkan
di Jerman pada era Weimar
dicakupkan ke dalam perundang-undangan dan langkah
ini menginspirasi banyak Negara lain untuk
mengadopsi konsep yang sama.
Di Eropa kontinen, undang-undang
perburuhan dibuat untuk
mencakup semua aspek yang berkaitan dengan kerja.
Prancis dan
Negara-negara Eropa Timur memberlakukan kodifikasi
dalam bidang hukum perburuhan. Pada 1990-an, kejatuhan dan kehancuran eksperimen
sosialis di Negara-negara Eropa Timur mendorong gerakan liberalisasi. Dalam konteks
menanggapi tuntutan globalisasi dikembangkanlah Hukum Perburuhan Eropa. ILO
memperbaharui konvensi-konvensi yang ada dan menekankan pentingnya sejumlah
hak-hak buruh yang terpenting (core labour rights). perbaikan atau
pemajuan standard sosial di Negara-negara tersebut masih berjalan sangat
lambat. Sejak 1970-an, Bank Dunia maupun PBB lebih memperhatikan pemajuan hak-hak
sosial. ILO mendorong dan mendukung perkembangan sosial di Negara-negara
berkembang.
3.
Perkembangan terkini dalam pasar tenaga kerja Indonesia
Pasar
tenaga kerja Indonesia berubah cepat akhir-akhir ini. Jumlah pekerja yang
terlibat dalam proses produksi meningkat pesat karena Indonesia berkembang
menjadi negara indutri baru. Mata pencaharian mayoritas masyarakat tidak lagi
di lading dalam bidang bpertanian-perternakan namun justru berpindah ke
pabrik-pabrik (indutri). Banyak korporasi besar tertarik menanamkan modal
mereka di Indonesia karena dua hal yaitu, kekayaan sumberdaya alam dan
melimpahnya tenaga kerja murah.
4.
Karakteristik (ciri-ciri) hukum perburuhan/ketenagakerjaan
Di kebanyakan Negara di dunia sekarang
ini, Hukum Perburuhan diakui sebagai disiplin hukum mandiri. Hukum perburuhan
atau ketenagakerjaan dikarakteristikan oleh sejumlah ciri sebagai berikut:
1.
Lebih banyak (aturan) hukum yang bersifat kolektif
Banyak disiplin atau bidang ilmu hukum galibnya
hanya mengatur hubungan antara warga masyarakat atau korporasi/organisasi satu sama
lain.
2.
Mengkompensasikan ketidaksetaraan (perlindungan pihak yang lebih lemah)
Berbeda
dengan titik tolak prinsip dasar hukum keperdataan, kesetaraan para pihak,
sebaliknya hukum perburuhan beranjak dari pengakuan bahwa buruh dalam realitas
relasi ekonomi bukanlah pihak yang berkedudukan setara dengan majikan
3.
Pengintegrasian hukum privat dan hukum publik
Hukum perburuhan dapat dipandang sebagai bagian hokum
keperdataan maupun hukum publik, atau sebaliknya dianggap sebagai cabang atau
disiplin hukum mandiri.
4.
Sistem khusus berkenaan dengan penegakan
Penegakan hukum perburuhan memiliki sejumlah ciri
khusus. Di banyak Negara dapat kita temukan Inspektorat Perburuhan (a Labour Inspectorate)
bertanggung jawab untuk mengawasi implementasi dan penegakan dari bagian-bagian
tertentu hukum perburuhan.
5. Tempat atau kedudukan hukum
perburuhan dalam sistem hukum
Satu ciri khusus Hukum Perburuhan ialah bahwa cabang
ini merupakan percabangan hukum yang sangat fungsional (functional field of law)
yang mengkombinasikan semua percabangan hukum lainnya berkenaan dengan tema
khusus bekerja di bawah majikan (subordinated labour). Sifat dasar hukum
perburuhan ini tidak mudah untuk diklasifikasikan mengikuti pembagian
tradisional percabangan sistem hukum.
6. Sumber-sumber hukum dari hukum
perburuhan
Dalam
hukum perburuhan Indonesia saat ini, sumber hukum terpenting dalam bentuk
perundang-undangan ialah:
• Undang-undang
Ketenagakerjaan
• Undang-undang tentang
Serikat Pekerja/Buruh dan
• Undang-undang tentang
Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial.
Ketiga
pilar di atas membentuk inti dari hukum perburuhan Indonesia dan menjadi pokok bahasan pengantar ini. Kendati begitu perlu pula dicermati bahwa sumber-sumber
hukum lainnya juga harus dirujuk dan berperan dalam penyelesaian perselisihan
atau sengketa perburuhan konkrit. Secara umum,
sumber-sumber hukum yang terpenting ialah:
• Perjanjian-perjanjian internasional yang sudah
diratifikasi oleh
pemerintah Republik Indonesia
• Undang-undang Dasar 1945
• Perundang-undangan untuk hal-hal khusus
• Peraturan dan Keputusan Menteri
• Kesepakatan kerja bersama
• Preseden (putusan-putusan terdahulu dari
pengadilan)
• Perarturan Kerja yang ditetapkan perusahaan
• Perjanjian kerja individual
• Instruksi oleh majikan/pemberi kerja
• Doktrin hokum
Sumber :
Bab - Bab tentang hukum perburuhan indonesia, Editor: Guus Heerma van
Voss dan Surya Tjandra penerbit : pustaka larasan